Di Masjid Biru Berada Rinduku - Weyaweyo 2020

Cerpen :


 DI MASJID BIRU BERADA RINDUKU

Penulis : Wian Adhinata


Siang mendung berkabut di selatan langit kota. Suara klakson angkot riuh di pertigaan lampu merah. Suara motor-motor menderu-deru mencoba menyalip mobil-mobil yang lambat bergerak saat lampu lalu lintas sudah hijau. Sandy berjalan pelan menuju masjid bercat biru muda di sebelah kantor PDAM itu. Baru saja adzan dzuhur berkumandang. Hari ini ia memang berniat shalat dzuhur di masjid itu, setelah tadi saat membayar tagihan air, tiba-tiba saja ia teringat seseorang.


Ya, seseorang yang pernah menggores hatinya dengan kerinduan yang tak pernah berujung tahun lalu. Seseorang yang pernah membuat malam-malamnya membara dan harinya penuh bahagia, setelah sekian lama dicekam sengsara. Seseorang itulah yang mengantarnya ke gedung sebelah masjid ini tahun lalu, yang tak bosan menggenggam telapak tangannya dan menatapnya penuh cinta. Seseorang yang selalu tahu apa yang diderita batinnya dan menghiburnya dengan hangat.


Sandy merindukan kebersamaan dengannya. Ia ingin mengenang kembali masa-masa di sepanjang jalan penuh kenangan itu, karena sejak awal hingga akhir kisahnya, jalan itu telah menjadi saksi cinta mereka yang tak pernah padam.


Masih diingatnya hari Jumat pertama mereka bertemu di sebuah rumah makan asinan terkenal di kota itu. Pertemuan mendadak yang tak direncanakan di akhir bulan September setelah sekian lama mereka hanya berkomunikasi via whatsapp, di sela-sela rapat dinas yang sedang digelar, lelaki itu menyempatkan diri menemuinya. 


Masih Sandy ingat betapa pemilik senyum hangat itu keluar menyambutnya saat ia bingung, apakah benar lelaki itu ada di dalam sana. Untuk pertama kalinya mereka bertemu kembali, dan obrolan itu amat hangat penuh persahabatan. Raihan, bahkan tak sungkan mencomot kerupuk di gado-gado yang sedang dimakannya sambil mengobrol panjang lebar.


Betapa wajah itu memancarkan kegembiraan yang tak henti saat bersama Sandy di sana. Dari awal jumpa hingga akhir mereka berpisah karena Raihan harus berangkat shalat jumat, senyuman bahagianya tak henti dari bibir tipisnya.


Jalan itu juga menjadi saksi, ketika pertemuan mereka berikutnya diadakan di sebuah cafe di ujung jalan yang viral dengan cara unik menjual susunya. Hatinya berdebar menunggu sang kekasih yang datang agak terlambat. Dan saat si pemilik senyum manis itu tiba-tiba sudah ada di hadapannya, hati Sandy begitu berkecamuk, antara debaran dan denting bahagia beradu silih berganti.


Mereka memilih menikmati pertemuan itu di lantai atas yang lebih privasi. Ya, pertemuan hari itu adalah cikal bakal berkembangnya cinta mereka menjadi begitu dalam. Suapan mesra Sandy yang tak terduga saat kudapan di piring Raihan hampir saja tak ia habiskan, membuat lelaki itu tergagap sesaat. Wajahnya mendadak terhenyak, saat Sandy dengan tenang menyodorkan sisa sosis ke bibirnya. "Makan itu harus dihabiskan, ini rezeki dari Allah. Berkah." katanya sambil menyuapinya. Sandy sendiri begitu menikmati pemandangan di hadapannya. Hatinya tersenyum geli melihat lelaki itu nampak bingung dan kaget oleh reaksinya.


Tapi sesaat kemudian, wanita itu mendapat balasan yang sungguh tak diduganya. Tiba-tiba saja saat wanita itu sedang melihat ke jendela, Raihan meremas jemarinya dengan tatapan penuh arti. Sandy segera merasakan wajahnya panas, hatinya berdebar kencang. Ia mencoba menahan getaran hebat di hatinya itu dengan menatap dingin jemari Raihan yang memainkan jemarinya. Serangan balik yang jitu dan cukup membahayakan, pikir wanita itu.


Hari masih cukup panjang saat mereka selesai makan. Bingung  hendak kemana lagi, akhirnya Sandy mengajak Raihan ke sebuah bukit seperti yang pernah ia ceritakan dalam chat-chat mereka sebelumnya. Bukit dimana Sandy sering merenungi hidupnya yang malang, bukit tempat ia mencari ketenangan saat belum mengenal Raihan.


Langit redup berkabut saat mobil mereka tiba di puncak bukit. Angin semilir lembut mengibarkan hijab panjangnya saat mereka berdua meniti jalan aspal yang mengitarinya sambil menikmati pemandangan kota yang terhampar di kejauhan. Cinta yang telah bertunas semakin bersemi di bukit itu. Tak hentinya Raihan menggenggam telapak tangan Sandy, seolah tak ingin melepas atau kehilangan gadisnya.


Suasana senja begitu romantis. Mereka menyusuri jalan setapak di tengah perkebunan palawija di lereng bukit. Sandy mengambil beberapa foto lelaki itu di tengah kebun dan ilalang. Sesekali Raihan menyodorkan air mineral botol ke bibir Sandy, sesaat sebelum ia minum di bekas bibir wanita yang telah membuatnya jatuh hati itu. Tak ingin dilepasnya jemari Sandy meski lelah menanjak lereng bukit membuatnya berkeringat.


Saat akhirnya mereka tiba kembali ke puncak bukit dan duduk di sebuah bekas bangku semen sambil menatap Gunung Salak yang indah dan mentari sore yang mulai mengintip di ufuk barat, Sandy yang melihat Raihan begitu lelah dengan nafas ngos-ngosan, membelai rambutnya penuh kasih sayang. Rambut yang basah berkeringat itu dirapikannya dengan jemari. Raihan nampak bagai menemukan mutiara yang hilang. Wajahnya begitu bahagia. Senyumnya begitu lepas dan genggamannya semakin erat, hingga saat sorot sinar mentari menciptakan keindahan di langit, tiba -tiba saja lelaki itu melakukan hal yang sama sekali tak Sandy duga. Sesuatu yang selama hidupnya hanya ada dalam imajinasinya yang kerap ia tulis dalam buku diarynya tentang seorang pangeran gagah berkuda putih yang membawanya pergi jauh dari hidupnya yang malang.


Saat Sandy yang lelah menyandarkan kepalanya di samping kepala Raihan, tiba-tiba saja lelaki itu mencium keningnya lama, seraya berucap perlahan, "Subhanallah, aku bahagia sekali bertemu denganmu hari ini Sandy. Aku bersyukur Tuhan mempertemukan kita. Alam yang indah dan bukit menyertaimu pula. Sejak tadi aku merasa kita bagai sepasang raja dan ratu. Sungguh aku bersyukur atas hari ini." Dan bibir lelaki itupun mendaratkan ciuman di pipi kanannya, sebelum akhirnya mengecup mesra bibir tipis Sandy yang lembut menawan. Entah mengapa, wanita itu amat menikmati dan tak kuasa menolak keindahan yang Raihan lakukan untuknya. Jiwanya yang gersang seolah mendapat siraman hujan yang menyejukkan yang lama dinantikannya. 


Raihan bagai menggila dalam euphoria selanjutnya, Di usianya yang sudah matang dan bukan ABG lagi itu ia berteriak keras di antara ilalang di puncak bukit mengumumkan segenap cintanya untuk Sandy, "Sandyyyy...I love youuu! Sandyyyy...I love youuuuu!" hingga orang-orang yang ada di sekitar bukit menoleh ke arah mereka dan geleng-geleng kepala sambil tersenyum. Sandy yang malu segera memeluk dan membekap mulut lelaki itu dari belakang, saat Raihan hendak meneriakkan kata cintanya untuk yang ketiga kalinya. Lelaki itupun meronta dan berlari meninggalkannya sambil tertawa terbahak, penuh kepuasan. 


Ya, ciuman dan teriakan penuh cinta itulah kelak menjadi segel yang mengunci hati Sandy bagi hati-hati lain yang hendak memilikinya. Sejak saat itu, sebuah janji setia telah terpatri di dalam hatinya di atas bukit itu. Raihan lah rupanya Sang Pangeran yang selama ini hanya ada di dalam mimpi-mimpinya. Dan atas nama cinta, Sandy berjanji untuk selalu setia menunggu lelaki itu hingga akhir hayatnya.


Masjid biru telah mengumandangkan iqamah. Sandy ingat saat pertemuan terakhirnya sebelum berpisah dengan Raihan siang itu, awal desember tahun lalu. Raihan menggenggam jemarinya di depan pagar masjid sambil menunggu ojol yang akan membawa Sandy pulang. "Kalau tak seramai ini, sudah kucium pipimu." bisik nakal lelaki itu sambil melihat sekeliling, Sandy tertawa sambil menoleh ke arah masjid yang ramai oleh orang-orang yang bersiap shalat dzuhur. Sungguh itu pertemuan mereka berdua terakhir kalinya. Hatinya menangis sendu, dan sejak awal Raihan menemaninya hari itu, sebenarnya ia ingin menjerit pilu. Mutasi dinas Raihan membuat mereka harus berpisah sejak hari itu. Ia tahu kerinduan pada Sang Pangeran yang murah senyum itu akan menyiksanya. Dipandangnya tak jemu wajah yang tak lama lagi akan sangat jarang atau boleh jadi tak kan ditemuinya lagi. Hari itu, masih diingatnya, Raihan membelikannya sepasang madu, pahit dan manis. Lelaki itu selalu memberinya sesuatu sebagai buah tangan tanda sayangnya saat mereka pergi berdua. Dan madu itu belum habis hingga satu tahun ini, karena setiap kali Sandy meminumnya, air matanya akan berderai mengingat kebersamaan mereka.


Hari ini, ya hari tepat di tanggal yang sama dengan desember tahun lalu, ketika mereka berpisah terakhir kali di depan masjid ini, ketika untuk terakhir kalinya ia melihat lelaki itu berwudhu dan shalat di dalamnya tahun lalu, Sandy akan shalat dan berdoa pula.


Dentang kasih Tuhan Yang Maha Lembut lagi Terpercaya ia yakini akan menyampaikan salam rindunya untuk seseorang yang amat dikasihi dan dirindukannya saat ini. Selarik doa dan cinta yang terdalam untuk sang kekasih yang kini entah dimana telah ia panjatkan di waktu ijabah antara adzan dan iqamah tadi. Ia percaya, pada saatnya nanti, Tuhan akan mempersatukan mereka kembali, disini, atau di kehidupan berikutnya.


Imam membaca takbir dan bersujud khusyuk. Perempuan yang merindu itupun bersujud bersama makmum lainnya, merendahkan diri di hadapan Sang Pencipta.


TAMAT

12 Desember 2020

Comments

Popular posts from this blog

Cara Membuat Pot Bunga Dari Handuk Bekas 2018

Lirik Lagu Boulevard - Dan Byrd Dan Terjemahannya|Weyaweyo 2018

Teresa Teng - Selamat Jalan Kekasih - Lirik Lagu Goodbye My Love versi Indonesia